Myanmar Tak Mau Selidiki Kekerasan Terhadap Warga Rohingya?

Misi pencari fakta PBB telah menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar diadili atas tuduhan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang terkait operasi militer terhadap warga muslim Rohingya di Rakhine.

Pengungsi Rohingya (int)

Pengungsi Rohingya (int)

Pemerintah Myanmar Dituding Tak Melakukan Penyelidikan yang Adil

INSAN NEWS,INTERNASIONAL – Utusan HAM PBB menyebut otoritas Myanmar tak bisa dan tak mau menyelidiki kekerasan terhadap warga muslim Rohingya. Komunitas internasional pun kembali diserukan untuk bertindak dengan membawa para jenderal Myanmar ke pengadilan internasional, karena dituding telah melakukan operasi militer yang membuat lebih dari 720 ribu warga Rohingya terpaksa melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

Myanmar telah membantah tuduhan-tuduhan tersebut dan menyebut misi pencari fakta PBB tersebut bias. Pemerintah Myanmar pun membentuk sebuah komisi untuk menyelidiki dugaan kejahatan tersebut. Namun menurut utusan khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee, yang telah dilarang masuk ke Myanmar sejak Desember 2017 lalu, pemerintah Myanmar tak bisa melakukan penyelidikan yang adil atas kekerasan terhadap Rohingya. Dikatakannya, pemerintah Myanmar hanya mengambil langkah-langkah yang terbatas dan tak memadai.

“Myanmar tak bisa dan tak mau menjalankan kewajibannya untuk melakukan investigasi dan penuntutan yang kredibel, cepat, menyeluruh, independen dan tidak memihak,” ujar Lee dalam sebuah laporan yang dimuat via akun Twitter miliknya seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (9/10/2018).

Mengingat penolakan Myanmar itu, menurut Lee, kini tergantung pada pengadilan internasional untuk menegakkan keadilan, karena menurutnya komunitas internasional memiliki tanggungjawab untuk mengambil tindakan.

“Setiap penundaan dalam menegakkan keadilan hanya akan mengakibatkan lebih banyak pelanggaran,” imbuhnya.

Militer Myanmar telah membantah nyaris semuatuduhan genosida yang diarahkan padanya. Militer Myanmar bersikeras bahwa “operasi pembersihan” di Rakhine diperlukan untuk memerangi para militan Rohingya. (***)