Peran orang tua menangkal pengaruh buruk media sosial dalam pertumbuhan karakter anak

Peran orang tua menangkal pengaruh buruk media sosial dalam pertumbuhan karakter anak

InsanNews Pinrang – Dalam pusaran media sosial, anak y dua kali lebih cepat mengalami pertumbuhan pola kebiasaan dibanding generasi-generasi sebelumnya, lantaran bukan hanya televisi tempat ia mengadaptasi proses imitasi, terlebih media sosial yang menjadi produk jaman millenial sekarang ini.

Hanya dengan segenggam HP, lalu lintas informasi menjadi kehilangan batasannya. Dunia maya tidak hanya membuat dunia seperti dilipat dalam genggaman manusia. Ia tidak hanya mendobrak batas-batas geografis dan sosial untuk menghubungkan banyak orang, tapi juga ikut menghilangkan batas umur manusia. Orang tua, orang dewasa, remaja, hingga anak-anak; mereka bisa mengakses hal yang sama tanpa melihat umurnya. Inilah kenyataannya.

Sungguh sudah sulit ditemui anak-anak tanpa segenggam ponsel untuk bermedia sosial sekarang ini. Mengingat bahwa hampir semua pengguna ponsel sekarang ini adalah juga pengguna medsos itu sendiri. Apalagi di Indonesia sendiri, sebagai pengguna medsos (FB) terbesar ke-4 dunia, data Kemkominfo menunjukkan dari sekitar 82 juta pengguna internet kita, 95% di antaranya adalah pengguna medsos, dan di dalamnya didominasi berasal dari kalangan anak hingga remaja.

Di masyarakat perkotaan bahkan di pedesaan sekalipun, seorang anak bahkan lebih banyak menghabiskan waktunya bersenggama dengan medsos ketimbang berinteraksi dengan orang tuanya. Ada ancaman akan pergeseran peran vital keluarga selama ini sebagai pranata pembentukan nilai dilucuti oleh keberadaan medsos sebagai pranata baru. Mengingat bahwa media selalu merupakan pranata pembentukan nilai yang sangat besar pengaruhnya bagi anak lantaran ditopang oleh fleksibilitas audio, teks, hingga visual dalam satu kesatuan. Hal yang tidak dimiliki secara langsung oleh pranata sosial yang lain.

Sekarang ini, kita masih melihat tarik ulur tentang siapa yang mesti bertanggung jawab utama dalam pembentukan karakter anak. Keluarga ataupun sekolah pada beberapa kasus terlihat seolah ingin melempar tanggung jawab ketika muncul kasus-kasus destruktif tertentu yang melibatkan anak. Apalagi ketika kita melihat sistem pengendalian sosial kita lebih banyak bersifat represif baik oleh orang tua maupun sekolah ketimbang preventif.

Padahal pengendalian sosial preventif inilah cukup fundamental dalam konteks ini, mengingat bahwa kita tak bisa mengabaikan faktor ketiga dalam kasus ini yakni media sosial. Media sosial cukup besar pengaruhnya dalam membentuk kebiasaan dan apa yang dianggap ideal oleh anak. Mengingat tingkat kedekatan anak generasi millenial terhadap apapun lebih dominan oleh teknologi gadget, android dan sejenisnya. Meskipun kita tetap percaya bahwa orang tua tetap memiliki peran sentral dalam mendidik anak, namun realitasnya bahwa arus pengaruh media sosial jauh lebih kuat dari kekuatan pranata manapun.

Di sekolah misalnya, meski beberapa sekolah telah menetapkan aturan larangan membawa HP canggih ke sekolah untuk memisahkan sejenak anak dari medsos, namun itu tidak serta merta mengalihkan lalu lintas pembicangan anak dari dinamika medsos itu sendiri.

Sekolah bahkan pranata keluarga terancam kehilangan pamor sebagai pranata nilai dihadapan teknologi media sosial yang massif mencair ke lini-lini kehidupan anak tanpa batas. Ini seperti menjadi tantangan baru generasi millenial anak yang hidup di zaman digital seperti sekarang ini.

Medsos mau tak mau akan menjadi patron utama anak menerima persepsi dengan mudah. Lantaran ia sudah menjadi bagian dari pola hidup anak. Tidak sedikit dari gaya hidup anak, dibentuk sebagai hasil imitasi yang ia dapatkan dari bermedsos. Tanpa menafikan dampak positif yang ada, sisi lain yang patut diperhatikan adalah dampak buruk pengaruh medsos yang tak terbatas ini dalam pertumbuhan kepribadian anak.

Di beranda medsos kita bisa mengamati hal demikian, dari mereka yang dewasa sebelum waktunya, imitasi gaya hidup ala sinetron, kebiasaan penggunaan kata-kata tak lazim atas nama trend, hingga jebakan anak dalam pusaran SARA akibat lalu lintas informasi yang serba bebas diserap begitu saja dengan polos.

Bukan untuk menyalahkan media sosial, justru sebaliknya, media sosial adalah produk zaman yang tak bisa ditolak. Kebebasan sangat fundamental bagi anak dalam pembentukan kepribadiannya, namun kontrol publik tetap tak bisa diabaikan, terlebih kontrol dari orang tua yang mau tak mau tetap masih menjadi harapan sebagai pranata primer yang paling mendasar dalam perkembangan kepribadian sang anak.

Penulis : Mustamin Kila